Powered By Blogger

Kamis, 27 Januari 2011

PANTAI

PANTAI
Hamparan pasir putih
memberi kenyamanan
warna pasir bersinar
begitu mata memandang

Angin yang berembus sepoi-sepoi
membuat kita melayang
memeberikan kesejukan
dan ketenangan diri

Air yang membasahi jemari kaki
nyaman dan menyegarkan
Air panas terasa di siang hari
dan dingin di malam hari

Betapa bahagianya kita telah diberikan pantai gedo seindah ini
betapa sayangnya TUHAN pada kita
Leczhy Degey
Puluhdadi 27 Januari 2011

suaraku

SUARAKU
Suaraku Laksana Terompet Kemenangan Meneriakkan Keceriaan Hatiku Di Saat Aku Merasah Sedih.
Suaraku Ibarat Angin Yang Berlari Kencang Tidak Melihat Apa Yang Dilihatnya

MENJADI PEMIMPIN BUKAN BOSS

MENJADI PEMIMPIN BUKAN BOSS

Kita tahu bahwa TUHAN Yesus adalah sosok yang dapat kita teladani. Bila kita ingin menjadi seorang pemimpin yang baik, kita bisah mencontoh sikap Tuhan Yesus, contoh yang paling jelas adalah ketika Tuhan Yesus membasuh kaki para murid-Nya. Padahal pada masa itu tradisi “membasuh kaki orang lain” menunjukkan betapa sangat rendahnya seseorang yang mau membasuh kaki orang lain. Trasi itu di lakukan untuk memberikan penghormatan pada orang yang lebih mulia . dan tradisi ini hanya dilakukan oleh seorang hamba pada tuannya. Tindakan itu menunjukkan teladsan yang baik yang diberikan oleh allah kita? Menjadi seorang pemimpin yang mau melayani orang lain bukan seperti boss yang menuntut, memerintah, bahkan mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri.
Ada beberapa kalimat yang menunjukkan perbedaan seorang boss dan pemimpin yaitu :
seorang boss mempekerjakan bawahannya; tetapi seorang pemimpin memahami mereka,
Seorang boss mengandalkan kekuasaannya; tetapi seorang pemimpin mengandalkan kemauan baik. Seorang boss menimbulkan ketakutan; tetapi seorang pemimpin memancarkan kasih.
Seorang boss mengatakan aku tetapi seorang pemimpin mengatakan kita
Seorang boss menunjukkan siapa yang bersalah; tetapi seorang pemimpin menunjukkan apa yang salah.
Seorang boss tau bagimana sesuatu di kerjakan; tetapi seorang pemimpin tau bagimana mengerjakannya.
Seorang boss menuntut rasa hormat; tetapi seorang pemimpin membangkitkan rasa hormat.
Seorang boss berkata pergi; tetapi seorang pemimpin berkata mari kita pergi
Maka dari itu jadilah seseorang pemimpin bukan seorang boss, menjadi pemimpin tidak berarti jadi caleg ataupun presiden. Seorang ketua organisasi juga seorang pemimpin di antara teman teman seanggotanya. Kepala rumah tangga yang mau dengan suka cita melayani keluarganya. Tidak hanya berpangku tangan memerintah teman mainnya dengan seenaknya jadi pemimpin juga tidak harus memimpin orang lain tetapi mulailah dengan menjadi pemimpin bagi diri kita sendiri.
Leczhy Degey

Selasa, 18 Januari 2011

FRONT PEPERA PB MENGGELAR SIARAN PERS SIKAPI KONTROVERSI PEMILIHAN MRP JILID II

“Segera Hentikan Berbagai Manufer Kepentingan”, demikian tema Siaran Pers yang digelar pada Senin, 17 Januari 2011 oleh Ketua Umum Eksekutif Nasional Front PEPERA PB (Selpius Bobii) pada jam 11.00 s/d 12.00 WPB di Pendopo Asrama Tunas Harapan Padang Bulan - Abepura – Jayapura- Papua. “Perekrutan dan Pemilihan MRP yang kini menjadi kontroversi dilaterbelakangi oleh dua kepentingan besar”, demikian ungkap Selpius Bobii. “Kepentingan pertama datang dari Negara untuk mengamankan kepentingan politiknya di Tanah Papua, yakni menjaga keutuhan NKRI; dan kepentingan ini dilaksankan oleh kekuatan Negara antara lain: BIN, BAIS, BAKIN, TNI, POLRI dan apparatus pemerintahan dan DRP serta kelompok-kelompok kepentingan yang mengejar kepentingan ekonomi semata. Dalam mengamankan kepentingan Negara, apparatus pemerintah dan kelompok-kelompok kepentingan yang nafsu Jabatan dan kekayaan ini diback up oleh negara dengan dana dan dilengkapi fasilitas yang memadai. Kelompok kepentingan kategori kedua adalah pejuang aspirasi murni rakyat bangsa Papua yang dipandang oleh Negara Indonesia serta kaki tangannya sebagai musuh Negara. Negara memandang mereka menjadi musuh karena mereka memperjuangkan keadilan dan kebenaran, termasuk hak penentuan nasib sendiri”, katanya.

Lanjutnnya “Perekrutan dan pemilihan MRP didorong oleh kelompok-kelompok kepentingan dan pemerintah yang mengamankan kepentingan politik Jakarta, yakni menjaga keutuhan NKRI dan sebagai balas jasanya tentu mereka mendapatkan jabatan serta sarana yang memadai. Jika pemilihan MRP dan berujung pada pelantikan MRP, maka bangsa Papua tidak akan pernah mengakui keberadaan MRP karena pertama: bangsa Papua dari awal penerapan OTSUS telah menolak; kedua, pada tanggal 12 Agustus 2011 masyarakat adat Papua (273 suku) melalui DAP telah mengembalikan OTSUS, juga pada tanggal 18 Juni 2010 di mana MRP bersama orang asli Papua mengantar hasil musyawarah yang digelar pada tanggal 9 dan 10 Juni 2010 yang disahkan oleh MRP pada tanggal 16 Juni 2010. Jika MRP tetap dipaksakan dipilih dan dilantik, maka bangsa Papua menganggap MRP itu illegal karena orang-orang yang duduk di MRP bukan representasi kulturan orang Papua, akan tetapi representasi kultural ras melayu. Walaupun mereka yang akan duduk adalah orang Papua berambut keriting dan berkulit hitam, akan tetapi mereka berwatak ras melayu demi mengamankan kepentingan Negara Indonesia di tanah Papua dan untuk memperpanjang penindasan. MRP yang sedang dipaksakan direkrut dan dipilih dalam rangka memperjuangkan hak-hak dasar ras melayu, bukan untuk memperjuangkan ras Melanesia (etnis Papua), serta mengamankan paket politik OTSUS Papua. Bangsa Papua menganggap OTSUS, termasuk MRP sudah tidak ada sejak pengembalian OTSUS pada tahun 2005, tegas Bobii dalam siaran pers yang dihadiri dan diliput oleh pelbagai media massa.

Berikut ini materi siaran persnya, silahkan membaca dan tolong disebarkan ke sesama jaringan yang Anda kenal. Salam Pembesan.
EKSEKUTIF NASIONAL FRONT PERSATUAN PERJUANGAN RAKYAT PAPUA BARAT

(EKNAS FRONT PEPERA PB)

Sekretariat: Padang Bulan II – Abepura – Jayapura – Papua

=============================================================================

Press Release



“Segera Hentikan Berbagai Manufer Kepentingan”

Pemilihan MRP kini menjadi polemik antara masyarakat dan pemerintah, antara masyarakat dan juga antara pemerintah. Kontroversi atas perekrutan dan pemilihan MRP terjadi karena adanya unsur kepentingan. Kepentingan ini dibagikan ke dalam dua kategori besar; kategori pertama: pengejar kepentingan Ekonomi dan Politik semata; kategori kedua: pengejar kepentingan murni aspirasi bangsa Papua. Pengejar kepentingan kategori pertama terdiri oleh kelompok-kelompok kepentingan dan sistem pemerintah yang diback up oleh kekuatan Negara. Kelompok kepentingan ini ada yang murni hanya mengejar kepentingan pribadi, yakni nafsu kekuasaan dan ekonomi semata (kelompok abu-abu), di mana kelompok ini hanya memanfaatkan fasilitas dan kemudahan dari Negara hanya untuk memperkaya diri, keluarga dan golongan semata; ada pula yang mempertahankan kekuasaan dan ekonomi sambil mempertahankan keutuhan NKRI dengan cara menghalalkan segala cara, termasuk membasmi orang Papua. Operasi militer yang dilakukan oleh aparat keamanan yang mana mengorbankan rakyat sipil yang tak bersalah dilegalkan oleh Negara dan para pelaku terlindung dari jeratan hukum karena para aparat keamanan itu melakukan tugas Negara.

Kategori kedua adalah orang Papua dan simpatisan yang benar-benar terpanggil dan dengan murni memperjuangkan keadilan dan menyuarakan kebenaran. Kategori kedua adalah orang-orang yang dibenci dan bahkan dalam kategori tertentu dipandang oleh Negara Indonesia sebagai musuh Negara. Orang-orang Papua dan simpatisan yang tergolong dalam kategori kedua ini menjadi sasaran operasi oleh kekuatan Negara, yakni BIN, BAIS, BAKIN, TNI dan POLRI, juga menjadi musuh aparatus pemerintah Indonesia.

Orang-orang yang masuk dalam kategori pertama yang diback up oleh kekuatan Negara melakukan pelbagai manufer kepentingan dengan pelbagai skenario hanya untuk mempertahankan konflik di tanah Papua yang tujuannya adalah memperpanjang penindasan dan memusnahkan orang Papua serta menguasai tanah dan merampas kekayaan alam Papua dan juga gelombang migrant yang menduduki di tanah Papua dengan pelbagai kepentingan, salah satunya merampas peluang hanya untuk memperkaya diri dan keluarga.

OTSUS Papua menjadi jembatan yang ampuh untuk memusnahkan orang Papua secara pelan dan pasti serta menguasai tanah sambil merampas kekayaan alam Papua. Diera OTSUS masih diterapkan pelbagai manufer pemusnahan secara nyata dan terselubung dilancarkan oleh Negara; seiring dengan itu para migrant gelap pulang pergi lewat jalan laut dan udara. Tanah Papua kini dipenuhi oleh masyarakat migrant dari luar Papua. Mereka terdorong oleh pelbagai kepentingan, terutama kepentingan ekonomi. Karena itu pusat-pusat kota dikuasai oleh masyarakat migrant hanya untuk mengusai pusat-pusat perekonomian. Dana OTSUS yang dikucurkan triliun rupiah setiap tahun mengalir kembali kepada masyarakat migrant dan Negara.

Sementara pemerintahan OTSUS Papua menjadi boneka dari Jakarta. Walaupun pemerintah pusat memberikan kewenangan khusus bagi Papua untuk mengurus rumah tangganya, namun pemerintah pusat mengibiri kewenangan yang diberikannya dengan melakukan manufer politik dan tekanan serta intervensi.

OTSUS Papua telah menciptakan kesempatan yang emas untuk mencapai kenikmatan sesaat bagi mereka yang nafsu jabatan dan kekayaan semata. Ironisnya kebanyakan aktifis Papua Merdeka yang berbicara lantang dalam memperjuangkan keadilan dan menyuarakan kebenaran telah terbuai dengan kelicikan pemerintah Indonesia yang menawarkan pelbagai kesempatan yang mengiurkan, yakni jabatan dan fasilitas mewah. Kebanyakan aktifis yang lompat ke dalam sistem, lupa dengan penderitaan rakyat Papua.

Peluang yang diciptakan oleh Negara Indonesia dalam paket politik OTSUS Papua adalah sebuah kesempatan untuk mengantar bangsa Papua pada sebuah kehancuran tanah dan kepunahan etnis Papua. Kebanyakan orang Papua yang ada dalam sistem pemerintahan dan juga kelompok abu-abu lain yang berada di luar sistem telah terbuai dengan pelbagai tawaran murahan yang mengiurkan, namun menghancurkan.

OTSUS Papua dapat disimbolkan sebagai naga tua Jakarta yang ekornya dikendalikan dari Jakarta, sedangkan kepalanya berada di Tanah Papua menghancurkan dan memusnahkan tanah dan orang Papua. Racunnya telah menghancurkan sendi-sendi hidup orang Papua, dan bahkan mematikan orang Papua. Orang Papua tertentu, khususnya orang Papua abu-abu yang ada di dalam dan di luar sistem telah terbuai dengan kelicikan naga tua-OTSUS ini. Orang Papua tidak sadar bahwa kepala naga ada di Tanah Papua, maka orang Papua dan kekayaan alam Papua serta dana OTSUS diterkam dan dibuang ke Jakarta karena memang ekornya dikendalikan dari Jakarta.

Naga adalah ular yang penuh dengan kelicikan, maka naga OTSUS telah, sedang dan akan melakukan manufer kebohongan. Terbukti bahwa ketika ada sorotan dari manca Negara, Jakarta mengatakan bahwa yang menggagalkan OTSUS adalah orang Papua sendiri yang mana kepala pemerintahan dikepalai oleh orang Papua; sementara pemda propinsi di tanah Papua menyangkal tuduhan Jakarta dengan mengatakan bahwa Jakarta yang menggagalkan OTSUS Papua karena Jakarta tidak sepenuhnya memberikan kewenangan sepenuhnya kepada orang Papua sesuai amanah UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Pemeritahan OTSUS Papua dan membeberkan pelbagai alasan lain hanya untuk menghindar dari pelbagai tuduhan Jakarta.

Saling lembar tanggung jawab dan tuding-menuding ini terjadi karena memang OTSUS adalah naga tua yang penuh dengan kelicikan (kebohongan). Dalam hal ini naga tua OTSUS ini juga menjadi bola liar. Jakarta menendang bola OTSUS ke pemda propinsi di Tanah Papua; dan sebaliknya Pemda juga menendang bola OTSUS ke Jakarta. Bola OTSUS juga sering kali menjadi sebuah ajang persaingan antara kelompok kepentingan (abu-abu) baik itu kelompok migrant dan juga orang Papua tertentu yang mengejar kepentingan kekuasaan dan kekayaan atau memanfaatkan isu politik Papua merdeka hanya untuk kepentingan ekonomi semata. Banyak aktifis Papua terbuai dengan naga tua – OTSUS akhirnya lompat pagar masuk dalam sistem.

Bola liar OTSUS ini berubah juga menjadi bola panas OTSUS. Bola panas OTSUS ini telah, sedang dan akan membumi-hanguskan sendi-sendi hidup bangsa Papua, membumi-hanguskan tanah dan kekayaan alam Papua; serta memusnahkan orang Papua secara pelan tapi pasti. Bola panas OTSUS juga telah membangkitkan kemarahan antara pemda propinsi di Tanah Papua dan Jakarta; juga di antara pemerintah dan masyarakat di Tanah Papua. Bola panas OTSUS terus membara membakar rumah Papua dan isinya.

Kapan naga tua OTSUS akan mati? Kapan bola liar OTSUS akan dihentikan? Kapan bola panas OTSUS akan diredahkan? Menurut pandangan bangsa Papua OTSUS Papua sudah mati ketika masyarakat adat Papua pada tanggal 12 Agustus 2005 mengembalikan OTSUS Papua; ternyata OTSUS Papua yang sudah mati itu dihidupkan kembali oleh orang Papua tertentu melalui perekrutan dan pemilihan MRP periode pertama (2005 s/d 2010); juga dihidupkan kembali oleh orang Papua tertentu yang ada dalam sismtem, khususnya legislatif (DPR) yang ada di tanah Papua serta eksekutif di tanah Papua (Gubernur dan bupati); serta kelompok-kelompok kepentingan lainnya, seperti LMA yang pembentukannya diback up oleh Negara Indonesia yang tujuannya mengamankan kepentingan Negara dan melahirkan konflik horizontal.

Ada yang mengatakan OTSUS telah mati melalui musyawarah bersama MRP dan orang asli Papua pada tanggal 9 dan 10 Juni 2010 yang melahirkan 11 rekomendasi yang di antar ke DPRP pada tanggal 18 Juni 2010; namun OTSUS Papua itu masih dihidupkan kembali oleh orang Papua tertentu yang ada dalam sistem dan juga kelompok kepentingan yang ada di luar sistem. OTSUS dihidupkan kembali dengan pelbagai cara, antara lain: pemda propinsi dan DRP di Tanah Papua mempertahankan OTSUS dan menerima dana OTSUS, selain itu kini ada upaya untuk perekrutan dan pemilihan MRP periode ke dua. Ada orang Papua, khususnya MRP periode pertama pun mencalonkan diri kalaupun 11 rekomendasi itu justru mereka yang memfasilitasi dan mensyahkannya menjadi keputusan MRP. Ada pula aktifis Papua yang berbicara berbusa-busa di depan massa aksi, atau lewat media massa memperjuangkan keadilan dan kebenaran pun terbuai dengan naga tua OTSUS ini, akhirnya ada aktifis Papua merdeka pun berlomba-lomba mendaftarkan diri untuk meramaikan bursa pemilihan MRP dan mereka pun bermimpi bahwa akan perjuangkan hak-hak dasar orang asli Papua.

MRP adalah anak naga tua (OTSUS). Anak naga OTSUS (MRP) ini gigi taringnya telah dicopot oleh pemerintah, maka ia tak dapat mencengkram, menggigit dan menangkap sesuatu. Buktinya 22 perdasus yang dirancangnya telah ditolak oleh pemegang ekor naga induk di Jakarta. Jika MRP yang adalah anak naga dari naga tua OTSUS itu tak memiliki gigi taring, mengapa orang-orang Papua tertentu ini berlomba-lomba dalam bursa perekrutan dan pemilihan MRP periode ke dua? Hendak melakukan apa jika terpilih menjadi anggota MRP? Apakah hendak menjadi anak naga yang tidak produktif karena gigi taringnya telah dicopot? Apa yang hendak disumbangkan bagi orang asli Papua? Apakah hendak mengejar duit yang dimuntahkan oleh naga tua-OTSUS? Bukankah duit yang dimuntahkannya akan ditelannya kembali ke Jakarta melalui masyarakat migrant dan para pejabat serta konglomerat kelas kakap? Berhentilah bermimpi menjadi MRP.

Dari uraian di atas sampailah kita pada satu pernyataan kunci: “orang Papua tertentu telah tertipu oleh naga tua Jakarta alias OTSUS dan anak naga alias MRP”. Apakah orang Papua tertentu itu masih tetap ditipu dan terbuai oleh naga tua OTSUS dan anak naga MRP? Ataukah hendak sadar dan mengambil sikap serta merapatkan barisan bersama rakyat dan komponen bangsa Papua yang menolak paket politik OTSUS Papua dan anaknya MRP, dan selanjutnya bersama memperjuangkan keadilan dan menyuarakan kebenaran?

Kami selaku aktifis Papua yang tidak tertipu dan tidak terbuai oleh naga tua OTSUS dan anak naga MRP menyatakan dan menyerukan bahwa:

1. Adalah saatnya bagi orang Papua tertentu yang ada dalam sistem dan di luar sistem yang telah & sedang tertipu oleh naga tua–OTSUS & anak naga – MRP untuk segera sadar, bersatu dan bergabung dalam barisan pejuang Papua untuk melakukan perlawanan terhadap pelbagai penindasan dalam segala dimensi kehidupan orang Papua yang dilancarkan oleh Negara Indonesia & koroni-koroninya.

2. Bagi orang Papua yang melacurkan diri oleh kelicikan naga tua OTSUS dan anak naga MRP segera mengawal 11 rekomendasi yang diantar orang asli Papua dan MRP pada tanggal 18 Juni 2010 ke DPRP.

3. Bagi orang Papua yang terbuai dengan kebohongan naga OTSUS yg kini berusaha menggantikan anak naga yg kedua, yakni MRP periode 2011-2016 segera berhenti dari perekrutan dan pemilihan MRP.

4. Diserukan kepada rakyat Papua yang telah dan sedang tertipu maupun tidak tertipu oleh naga tua OTSUS dan anak naga MRP segera rapatkan barisan untuk melakukan demonstrasi yang akan dikoordinir oleh pimpinan Gereja di Tanah Papua.

5. Segera hentikan manufer kepentingan ekonomi dan politik semata oleh Negara dan oleh kelompok-kelompok kepentingan yang diback up oleh kekuatan Negara Indonesia dan sekutunya.

6. Berikan ruang demokrasi (kebebasan berpendapat) bagi rakyat bangsa Papua.

7. Stop politik adu domba antara orang Papua, alias stop “devide et impera” yang diterapkan Negara Indonesia di tanah Papua.

8. Pemerintah segera membubarkan LMA yang dibentuk dengan tujuan mengamankan kebijakan pemerintah dan yang pada akhirnya menciptakan konflik horizontal di antara orang asli Papua.

9. Pemerintah segera hentikan perekrutan dan pemilihan MRP yang dilakukan melalui kesbang pol di Tanah Papua serta bubarkan MRP boneka Jakarta.

10. OTSUS sudah dikembalikan oleh pemegang kedaulatan yang ada di Tanah Papua, maka bubarkan pemerintahan OTSUS Papua yang menjadi lambang pemerintahan naga tua, alias lambang kejahatan kemanusiaan orang Papua dan mengkhianati perjuangan hak kedaulatan bagi bangsa Papua.

11. Stop taktik membumi-hanguskan tanah dan kekayaan serta pemusnahan etnis Papua melalui pelbagai manufer yang terselubung dan nyata oleh Negara melalui jalur-jalur yang dibangunnya.

12. Bangsa Papua menanti Negara Indonesia BERDIALOG yang difasilitasi oleh pihak ketiga (negara) yang netral untuk membicarakan pelbagai kompleksitas permasalahan di tanah Papua agar mendapatkan solusi terbaik bagi penyelesaian sengketa atas Papua Barat.



Demikian siaran pers ini dibuat dengan sesungguh-sungguhnya; harapan kami dapat diperhatikan dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait hanya demi menyelamatkan manusia dan tanah Papua dari bahaya pemusnahan etnis dan penghancuran.



“Keselamatan bagi jiwa-jiwa yang terbelenggu tirani penindasan adalah hukum tertinggi”



Port Numbay: Senin, 17 Januari 2011



“Persatuan Tanpa Batas, Perjuangan Sampai Menang”





SELPIUS BOBII

(Ketua Umum)



Catatan: Tolong Foto Copy materi siaran pers ini dan dibagikan kepada sesama Anda. Elohim-YHWH akan memberikan berkat yang setimpal dengan amal baik Anda. Teriring salam dan hormat.

REFLEKSI KULTUR-FILOSOFIS MENGENAI PERKATAAN ‘GA I’

(Manfed Mote )

Refleksi Kultur-Filosofis yang disajikan berikut ini adalah refleksi atas pengertian dan nilai-nilai yang terkandung di dalam perkataan “GAI” atau pun perkataan yang digabungkan dan gabungan dengan ‘GAI’. Semua yang akan diutarakan ini adalah pengertian-pengertian yang terkandung di dalam ungkapan-ungkapan yang dapat didengar, dilihat dan dialami dalam kehidupan keseharian yang rutin, biasa dan lazim.
1. Pengertian ‘G A I’ secara etimologis
Perkataan ‘GAI’ di dalam bahasa Mee mengandung beberapa pengertian:
GAI berarti “awas”. Pengertian ‘awas’ ini misalnya kita jumpai dalam kalimat berikut ini: dengan kaget campur rasa takut seorang ibu berkata kepada anaknya: “Hai, anakku! Awas itu ular!” (Gootoki ma wedaa ma ukamee idana ka yokaamee kou dani eteega: “Ee anii yoka, koyu ouu kou Gai” eteega).
GAI berarti “hati-hati”. Pengertian ‘hati-hati’ misalnya dapat kita jumpai dalam kalimat: sebelum menyeberang sebuah titian yang licin, seorang kakak berkata dan menasehati adiknya: “Adikku, hati-hati menyeberang!” (Dabaa kotto enaa ki amo adii beugaa kodaa, aikamee idaa kida wenekamee kidi koudani eteeg: “Anii wenekai Gaa yake koto kou amo adii” eteegi).
GAI berarti “Waspada”. Pengertian ‘waspada’ pun dapat kita jumpai dalam contoh kalimat berikut ini: seorang kakek menasehati cucunya yang sudah berkeluarga, katanya: “Anakku waspadalah! Jangan sampai fondasi keluarga hancur berantakan!” (Adama idana naka, muumanee, wakaago naki koukadi eteegi: “Anii muuma, uguu kabo agee kabo tiyagiyoo miyoo kai ko gai eteegi”).
GAI berarti “Ingat”. Pengertian ‘ingat’ pun dapat kita jumpai dalam contoh kalimat berikut: sambil memukul anaknya yang pulang ke rumah pada waktu malam, seorang bapak berkata: Ingat! Sore harus pulang ke rumah”. (Yokamee naki waneida meeyake, wageete manaa koudani eteegi: “Gai! Owapaa mei ko uwataa kookaa eteegi”).
GAI berarti “Camkan Baik-Baik”. Pengertian ‘camkan baik-baik’ dapat pula kita temui di dalam contoh kalimat berikut ini: ketika seorang bapak menemukan anak putrinya yang sulung sedang mencuri sebuah petatas, sambil menampar pipinya, sang ayah menasehati, katanya: “Camkan baik-baik!, Mencuri itu dilarang oleh adat” (Meibo idaana ki, yokaumaumee notaa maneena omaa moteiyogoo edoomakiyake okaiya amaimu taapa wageete manaa ko koudani eteegi: “Gai, omaa motii ko daa ko ka eteegi”).
GAI berarti “Pikir baik-baik”. Pengertian ‘pikir baik-baik’ juga dapat kita temui dalam contoh kalimat berikut ini: sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, seorang tete memanggil semua anak-cucunya dan setelah semuanya duduk di dekatnya, ia berkata: “Anak-anakku pikir dan pikir baik-baik, Jikalau kamu adalah anak-anak manuia maka kamu harus berpikir” (Dimiipuye wadoo goodoke tai beu yato gaa koda, adaama idana kii okai yokaane mumaane manaa tiyaake, okai watiiya oo aniimake tiyaake ko koudani eteegi: “Anii yokaane gai, gai epeepi, ikii ko mee kitouyogoo ko dimii Gai, eteegi”).
GAI berarti “pertimbangan baik-baik”. Pengertian ‘pertimbangan baik-baik’, kita dapat jumpai dalam contoh kalimat berikut ini: Karena dua anak gadis serentak jatuh cinta kepada anak puteranya yang sulung, sebelum hendak membayar mas kawin, sang ayah menasehati dan berkata: “Anakku, pilihlah salah seorang di antara dua gadis itu namun pertimbangkan baik-baik sebelum menentukan pilihannya” (Apii yokaaga wiya nako yokaibomee nakiipa idee etiyake, mege makii beu gaa koda nakaamee kida yokaamee kidi koudani eteegi: “Anii yokaibo, kou wiya kou dogoo mee idaana nako epii egaa tigaa tiyake epii witokee timotii eteegi”).
GAI berarti “Harus Selektif”. Pengertian ‘harus selektif’, terdapat dalam kalimat berikut ini” Suatu hari seorang kakek berkata kepada anak-cucunya, begini: “Anak-cucuku terkasih, haruslah selektif memilih kata-kata sebelum hendak berbicara” (Nagoo kou ko yokaane-mumaane nakoudopa adama nakaa koudani eteegii: “Anii yokaane-mumaaneido, manaa wegaine yatoo ko epii doo gaa tigaa tai eteegi”).

2. Pengertian ‘G A I’ secara filosofis
Untuk mengerti dan memahami pengertian “GAI” secara Filosofis, kita akan mencoba menggali nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah kalimat tua yang berasal dari para leluhur dan yang hinga kini masih dituturkan oleh para orang tua. Dengan mendalami kalimat tua tersebut, selanjutnya kita diharapkan dapat mulai memasuki ‘melalui pintu’ ke dalam bagunan filsafat suku bangsa Mee.
Bunyi dari kalimat tua tersebut adalah sebagai berikut:
Gai kou wouto ko : dilatar belakang gai
Mana muto ena ma beu : tiada satu pun ajaran termahal
Mana kato ena ma beu : tiada satu pun ajaran terlengkap
Mana kabo ena ma beu : tiada satu pun ajaran terpokok.
Tetapi sebelum menggali lebih jauh khazanah pengertian dan nilai-nilai yang terkandung dalam kalimat tua ini, alangkah bijaksana jika kita terlebih dahulu melihat aneka pengertian “GAI”, yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku bangsa Mee.

Jumat, 14 Januari 2011

SETETES TAPI DARI HATI



Perjuangan kita


Cukup setetes


Tapi tulus


Dari pada melimpah tapi palsu


Tak perlu malu mengeluh


Bila dan sejauh butuh


Mengapa kita sampaikan hiasan imitasi.

By.Pedro Agapa